(Tinjauan Yuridis dari Aspek Perlindungan Hukum)

Bersama Melawan Covid-19

Sabtu, 18 April 2020 - 07:56:53 WIB

Isak tangis haru tenaga medis RS Kariadi Semarang, Jawa tengah, Mengiringi keberangkatan ambulans yang membawa Jenazah rekan mereka, perawat Nuria Kurniasih, yang wafat akibat terinfeksi Covid-19, perawat yang semasa hidupnya berjuang membantu perawatan pasien Covid-19 itu rencananya bakal dimakamkan di TPU Sewakul, Kabupaten Semarang.

Di pemakaman itu pula kerabat Nuria dikebumikan. Namun rencana untuk memulasarakan terhambat. Ketua RT dan warga sekitar menolak Nuria dimakamkan di TPU Sewakul, karena khawatir dapat menularkan virus corona. Pihak keluarga pun memohon kepada warga agar Nuria boleh dimakamkan di sana, namun tak berbalas.

Akhirnya, jenazah Nuria dibawa kembali ke RS Kariadi. Pihak RS pun menghubungi Pemkot Semarang agar jenazah sang perawat bisa dimakamkan di TPU Bergota, Semarang. Permohonan disambut, jenazah sang perawat itu pun akhirnya dikebumikan di TPU Bergota pada malam harinya. (CNN Indonesia, Jumat 10/4/2020)

Sebuah catatan kisah yang tidak boleh berulang. Dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang aspek perlindungan hukum terhadap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh warga terhadap korban Covid-19. Kasus pertama Covid-19 terjadi di Wuhan, Cina 30 Desember 2019 dan secara cepat menjadi wabah.

Tercatat 206 negara dan wilayah di seluruh dunia yang telah melaporkan Covid 19 termasuk Indonesia, case pertama Covid 19 di Indonesia terjadi 2 Maret 2020, angka kematian secara global mencapai 4,45 persen. Tingginya angka kematian tersebut menimbulkan rasa ketakutan pada masyarakat disertai dengan ketidakpahaman tentang Covid-19, menjadi penyebab timbulnya gangguan Kamtibmas sehingga penegakan hukum harus dilakukan untuk mengendalikan situasi dimasyarakat agar tetap kondusif.

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 1945 yaitu pada pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Semua warga Indonesia mempunyai hak yang sama, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 bahwa setiap orang wajib menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selain dari pada itu kita semua mengakui adanya HAM sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM bahwa Hak asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

Setiap perbuatan yang dilakukan oleh orang atau korporasi di NKRI tidak boleh bertentangan dengan norma hukum. Perbuatan melawan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1365 KUH Perdata bahwa Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugianDalam Pasal 2 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dapat dikatakan sebagai perbuatan melanggar hukum yaitu mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat di pidana. 

Indonesia adalah Bangsa yang ramah, santun dan agamis seharusnya tindakan merasa punya kuasa dan membuat aturan hukum sendiri-sendiri tidak boleh terjadi, karena jenazah yang meninggal telah dilakukan pemulasaraan atau pengurusan jenazah dengan SOP yang sangat ketat, sehingga dapat dipastikan bahwa transmisi/penularan penyakit dari Jenazah kelingkungan tidak akan terjadi.

Penolakan pemakaman terhadap jenazah korban Covid-19 adalah tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam tindakan melawan dalam penjelasan pasal 2 UU No 20 Tahun 2001, bahwa dapat dikatakan perbuatan tersebut melawan hukum apabila perbuatan tersebut tercela karena tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat.

    Dokter dan tenaga medis lainnya mempunyai keharusan untuk melakukan upaya pertolongan terhadap pasien dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 56 ayat (1) dan (2) bahwa setiap orang berhak untuk menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan yang akan diberikan kepadanya.

Hak untuk menerima atau menolak tidak berlaku pada penderita penyakit yang penyakitnya dapat menular kedalam masyarakat secara luas. Pasal 50 huruf (a) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang menyatakan bahwa Dokter atau Dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak dan memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Dari kedua penjelasan Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa Profesi tenaga kesehatan mengharuskan untuk menangani pasien secara baik.

Dalam pasal 174 UU Nomor 36 Tahun 2009 secara tegas dinyatakan, masyarakat harus berperan serta baik perseorangan maupun organisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan. Peran serta tersebut mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif. Kita tidak bisa bayangkan ketika para petugas medis, Polri-TNI dan tenaga sukarelawan Covid-19 menolak untuk melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap penyebaran Covid-19 dengan alasan bahwa mereka tidak ingin terpapar maka akibat yang ditimbulkan akan semakin banyak yang menjadi korban. Tenaga Medis adalah profesi yang sangat beresiko tinggi untuk terpapar Covid-19 sehingga SOP yang sangat ketat harus dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya apabila mereka menjadi korban karena telah menolong Pasien yang terpapar Covid-19 apakah pantas kita memberikan perlakuan yang tidak adil dengan cara menolak dan menghalang-halangi proses pemakamannya.

Tindakan menolak atau menghalangi pemakaman Jenazah Covid 19 adalah perbuatan yang dapat dipidana beberapa Pasal dalam KUHP dan Undang- Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :

1. Pasal 178 KUHP menyatakan Barang siapa yang dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diijinkan. diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.

   Ancaman pidana ditujukan (normaddressat) kepada barang siapa atau siapapun. Bagian inti deliknya adalah sengaja, merintangi atau menghalang-halangi, dan jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan, dalam buku KUHP, R. Soesilo (1994:149-150), mencatat perbuatan ini harus dilakukan dengan sengaja merintangi, artinya menghalang-halangi, sehingga pembawaan mayat itu tidak dapat berlangsung (verhideren). Menyusahkan artinya mengganggu, sehingga meskipun pembawaan mayat itu dapat berlangsung, akan tetapi dengan susah payah (belemmeren). Selain itu dijelaskan Soesilo, pembawaan mayat itu harus tidak terlarang. Artinya pembawaan itu patut, diizinkan oleh aparat pemerintah. Bukan penguburan mayat secara melawan hukum. Mengusung jenazah ke lokasi pemakaman sesuai dengan protap atau sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh penguasa bukanlah perbuatan melawan hukum. Tindakan melawan hukumnya adalah merintangi atau menghalangi jalan masuk (yang diizinkan) ke suatu tempat pemakaman, dan merintangi atau menghalangi pengusungan jenazah (yang diizinkan) kesuatu tempat pemakaman. Pasal ini sudah dapat diterapkan tanpa harus semua pengusung atau pengantar jenazah dirintangi. Hanya beberapa orang saja dirintangi, delik ini sudah dapat digunakan.

2. Pasal 212 KUHP menyatakan bahwa Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seseorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat buan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

3. Pasal 214 KUHP menyatakan paksaan dan perlawanan tersebut dalam pasal 211 dan 212, bila dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

4. Pasal 216 ayat (1) menyatakan Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut Undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.

5. Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang No.4 Tahun 1984 tentang penanggulangan wabah menyatakan bahwa Barang siapa dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah sebagaimanan yang diatur dalam Undang-Undang ini diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah)

Penegakan hukum dalam kaitannya dengan Covid 19 harus tetap dijadikan sebagai sebagai ultimum remedium bukan primum remedium. Sosialisasi secara berkelanjutan tentang Covid 19 harus terus dilakukan dengan cara memberikan pengetahuan yang benar kepada seluruh masyarakat, sehingga tidak terjadi lagi tindakan yang tidak berperikemanusiaan terhadap para korban covid 19, apalagi korban tersebut adalah orang yang telah mengorbankan hidupnya untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Tindakan-tindakan yang tidak manusiawi malah akan semakin memperburuk situasi, orang akan takut untuk melaporkan dirinya ketika terpapar, hal tersebut akan sangat membahayakan bagi keselamatan kita bersama, mari kita tetap bijak dalam membuat suatu keputusan dalam upaya bersama memutus mata rantai penyebaran Corona virus disease (Covid 19). 

Stay at Home, patuhi aturan pemerintah, tetap gunakan masker, jaga jarak (social distancing) dan tetap berdoa.

 

Penulis : AKBP Dr. Beridiansyah, S.H., M.H. (Danden Gegana Brimobda Jambi dan Dosen Fakultas Hukum)






BERITA BERIKUTNYA

loading...