Pertemuan Puncak Trump dan Kim Kembali Buntu

Jumat, 01 Maret 2019 - 14:17:37 WIB

BANGKO-INDEPENDENT.COM, HANOI – Pertemuan puncak kedua antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, di Hanoi, Vietnam, berakhir tanpa kesepakatan mengenai upaya mengakhiri program nuklir Pyongyang.

Pertemuan kedua yang sangat dinanti-nantikan antara kedua pemimpin itu, seharusnya dibangun di atas pertemuan puncak bersejarah pertama mereka di Singapura , tetapi mereka gagal menandatangani pernyataan bersama sebagaimana dijadwalkan semula dan pembicaraan berakhir dengan jalan buntu.

“Kadang-kadang Anda harus berjalan dan ini hanya salah satu dari waktu-waktu itu,” kata Trump kepada wartawan di sebuah konferensi pers.

Trump mengatakan, bahwa sanksi yang dikenakan pada Pyongyang atas program nuklirnya telah menjadi titik tolak. “Pada dasarnya mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya dan kami tidak bisa melakukan itu,” katanya.

Trump mengungkapkan, bahwa Kim telah berjanji untuk tidak melanjutkan pengujian rudal nuklir atau balistik sesuatu yang sebelumnya diidentifikasi sebagai tolok ukur keberhasilan.

“Kami saling menyukai, ada kehangatan yang kami miliki dan saya harap itu tetap, saya pikir itu akan terjadi. Saya rasa, tidak perlu sanksi lebih lanjut pada Korea Utara,” kata Trump.

Trump menyatakan, belum bisa memastikan apakah akan kembali duduk dalam meja perundingan dengan Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un. Sebab, agenda yang belum tercapai selain proses denuklirisasi dan pencabutan sanksi adalah perdamaian antara Korea Selatan dan Utara.

“Saya belum bisa memastikan apakah kami akan kembali bertemu di masa mendatang untuk membuat kesepakatan dengan Korea Utara. Saat ini hal itu (perdamaian Korea Selatan dan Utara) tidak bisa kami lakukan karena keterbatasan,” kata Trump.

Menanggapi hasil pertemuan tersebut yang tidak membuahkan hasil, para kritikus mengatakan pertemuan bersejarah awal mereka di Singapura lebih gaya daripada substansi.

“Ini adalah kegagalan besar. Itu menunjukkan batas KTT, tidak cukup waktu atau staf untuk membuat kesepakatan,” tweeted Joe Cirincione, presiden yayasan perdamaian Plowshares Fund.

Harry Kazianis, Direktur Studi Korea di Pusat Kepentingan Nasional, mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan yang lebih baik daripada yang buruk.

“Akan ada yang lebih buruk daripada menandatangani kesepakatan hanya untuk mendapatkan sesuatu,” katanya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, menyebut Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, tidak siap memenuhi keinginan Washington terkait denuklirisasi.

Hal itu, menurut Pompeo menjadi penyebab Trump dan Kim Jong-un tak mencapai kesepakatan apa pun dalam pertemuan kedua mereka di Vietnam hari ini, Kamis (28/2).

“Kami tidak mencapai kesepakatan yang masuk akal bagi AS. Saya pikir Pemimpin tertinggi Kim Jong-un berharap kami bisa melakukannya. Kami meminta dia melakukan lebih banyak lagi dan dia tidak siap untuk melakukan itu,” kata Pompeo dalam jumpa pers seusai pertemuan Trump dan Kim Jong-un.

Meski begitu, Pompeo tetap optimistis kesepakatan denuklirisasi antara AS-Korut akan berhasil walau butuh waktu tidak sebentar

“Saya pikir ketika kami semua terus bekerja ke depannya kami dapat membuat kemajuan sehingga kami dapat mencapai kesepakatan apa yang dunia inginkan yaitu merealisasikan denuklirisasi Korut dan mengurangi risiko bagi rakyat AS dan orang-orang di seluruh dunia,” tuturnya.

Pompeo menuturkan, meski Kim Jong-un bersedia menutup situs Yongbyon, kompleks nuklir utama Korut, negara itu masih tetap memiliki senjata lainnya seperti rudal dan hulu ledak.

(der/cna/fin)






BERITA BERIKUTNYA

loading...